Suara riuh wajan besar menggema di dapur sederhana balai desa. Minyak panas berdesis, menyambut irisan tipis singkong yang masuk satu per satu. Aroma gurih menyebar, bercampur dengan tawa canggung ibu-ibu PKK yang mendadak kedatangan tamu istimewa.
Bunda Ela, dengan kebaya biru langit yang sederhana, duduk di tikar yang agak miring. Tangan halusnya kini memegang saringan bambu, ikut mengangkat keripik dari dalam wajan.
“Kalau digoreng agak tipis, hasilnya lebih renyah. Tapi jangan buru-buru, sabar ya, Bu,” katanya sambil tersenyum.
Ibu-ibu yang lain tertawa, sebagian menutup mulut dengan selendang lusuh. Mereka kaget sekaligus haru: seorang istri bupati rela duduk bersama, tangannya berminyak seperti mereka.
Namun, tawa itu perlahan memudar ketika seorang ibu muda, Yati, tak sengaja meneteskan air mata saat membungkus keripik. Bunda Ela menghampirinya, duduk bersisian.
“Kenapa, Bu?” bisiknya lembut.
Yati terdiam, lalu berucap lirih, “Keripik ini… satu-satunya sumber nafkah saya, Bu. Suami sakit-sakitan, anak masih kecil. Kadang hasilnya tidak cukup beli beras. Saya malu…”
Suasana mendadak hening. Ibu-ibu lain menunduk. Bunda Ela meraih tangan Yati, menggenggam erat, tak peduli sisa minyak menempel.
“Jangan malu. Dari singkong sederhana, bisa lahir harapan. Kalau ini dikemas lebih cantik, dipasarkan lebih luas, saya yakin keripik Ibu bisa jadi kebanggaan Sedong.”
Mata Yati basah. Tangisnya pecah, bukan karena iba, tapi karena untuk pertama kali ada yang benar-benar mendengarkan keluh kesahnya tanpa menghakimi.
Bunda Ela kemudian berdiri, menatap semua ibu.
“Mulai hari ini, kita tidak hanya menggoreng keripik. Kita sedang menggoreng masa depan. PKK bukan hanya organisasi, tapi rumah tempat kita saling menguatkan.”
Tepuk tangan bergema, sebagian bercampur tangis. Waktu itu, di dapur kecil yang pengap, tidak ada jarak antara seorang istri bupati dengan ibu-ibu desa. Yang ada hanya perempuan-perempuan yang sama-sama berjuang demi keluarganya.
Dan di balik asap minyak panas yang mengepul, Bunda Ela merasakan sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar tugas organisasi: ia merasakan denyut kehidupan rakyat yang sesungguhnya.(Anonim).
Cerpen yang terinspirasi dari perjalanan hidup seorang Perempuan Hebat

